Di Saat musim dingin menyapa, kota Cairo di selimuti hawa dingin yang menembus pintu dan jendela flat yang kami sewa di sekitar daerah Nasr City, rasanya sangat menusuk tubuh sampai ke tulang sumsum, di suasana malam datang menjelma di saat sang mentari telah pergi keperaduannya. Dinginnya bagaikan hawa kulkas yang suhunya mencapai puluhan derjat "celcius" di bawah nol, itulah yang aku rasakan dikala malam datang di musim dingin. Apalagi aku tiada memiliki selembar selimut yang tebal seperti layaknya teman-temanku di rumah, namun aku masih bisa berusaha memejamkan mata, walaupun harus menyelip di sela-sela tepi selimut mereka, terkadang mereka rela, terkadang mencela, itulah nasib orang yang tak punya, tetapi hari-hariku di musim dingin tetap aku lalui meskipun harus menempuh berbagai rintangan yang penuh dengan onak dan duri, serta kerikil tajam, kesemuaanya itu dapat aku lalui berkat sabar dan ketabahanku yang telah menjadi kebiasaanku, sewaktu di pondok dulu, karena aku menyadari bahwa hidup ini penuh perjuangan.
Di balik dinginnya keadaan suasana di suatu malam, hanya satu hal yang menyulitkan untuk memejamkan dua kelopak mataku, yaitu mengingat dan merenungi nasib bunda yang sedang sakit-sakitan di kampung di waktu itu, sampai di saat aku pamit demi menuntut ilmu ke negri kinanah ini, sepatah katapun tiada terucap dari bibirnya, hanya air matanya yang menetes mengantarkan dan melepas kepergianku. Malam ini bayangannya seakan datang menjelma membawakan aku selembar selimut tebal, seraya beliau berkata :
“Nak,,,kaulah harapan bunda, giatlah kau menuntut Ilmu supaya bisa membimbing adik-adikmu, selamat tinggal anakku, dan doakan bunda”
Mataku sulit untuk dipejamkan, aku hanya tertegun dengan bayangan itu, tanpa terasa air matapun mengalir di pipiku, mungkin itulah jawaban dari pesan bundaku. Kring…kring, HP yang dulu dihadiahkan oleh bunda sebelum keberangkatanku ke negeri ini berdering, spontan aku terkejut dan langsung ku "sambar" HP itu, sebuah gambar amplop terlampir dilayar HP sebagai tanda sebuah pesan dikirim untukku, ternyata itu dari ayahku :
“Asslmkm…Radit..!gimana kabarmu nak? Ayah alhmdllh sht, kau jgn sedih dan cemas…! Perbanyaklah doa, minta kepada Allah agar bundamu di beri kesehatan oleh-Nya. Bundamu sekarang sedang di rawat di RS M Jamil Pdg, kau harus sbr dan tawakkal kpd Allah, dan jangan putus asa ya.nak.”Wassalam.
Deraian air mataku tak tertahan dan terbendung lagi, terasa tubuh ini dicabik sembilu yang tajam, serta diiringi rasa cemas, seribu pertanyaan datang dalam benakku. Apakah bayangan tadi pertanda akhir pertemuan dengan bunda…? Apakah pesan tadi juga mengkhabarkan bahwa bunda akan pergi…? Apakah semua itu suatu khalayan semata atau perasaanku saja…? Ku tak sanggup menjawab itu semua , karna aku masih sayang bunda, aku cinta bunda, aku merindukan bunda. Hanya SMS kedua yang datang dari ayahku yang bisa menjawab atas segala pertanyaan itu :
"Nak…kau harus ingat, kita ini hanyalah Lumpur hitam yang mendebu, menempel di sandal dan sepatu, hinggap di atas aspal terguyur hujan lebat, terpelanting masuk comberan. Siapapun tak mampu menahan kehendak-Nya. Kau harus bersabar dengan taqdir Ilahi yang menimpa, mujur tak dapat diraih, malang tak dapat di tolak, bundamu telah pergi, mehembuskan nafas terahirnya di RS M jamil Padang pukul 10.00 WIB, atau pukul 05.00 WK".
Saat itu di pagi hari sewaktu aku ingin kemesjid "limoesin" shalat shubuh berjamaah. “Innâ lillâhi wainnâ ilaihi rajiûn.” Itulah kata yang terucap dari bibirku yang pucat dan dingin ini, bagaikan seorang nara pidana yang divonis hukuman mati. Saat itu tubuhku rasanya tiada berdaya, tiada berguna, aku hanya bisa berdoa dalam shalat, sujud, dan zikirku. Semoga Allah menerima bunda di sisi-Nya, dan memberiku ketabahan serta semangat hidup dari segala cobaan ini:
“Kenapa Bu, kenapa bunda tinggalkan aku secepat ini, di saat aku belum bisa membalas jasa dan kasih sayangmu?, walau sedikit saja bunda..belum bisa ku lakukan untukmu. Tak bisakah engkau menunggu sampai anakmu pulang?, sungguh kepergianku ke negeri seribu menara ini hanya untukmu bunda, untuk keluarga kita. Ku ingin dan berharap engkau bisa melihat anakmu berhasil dan berjaya, apalah arti hidupku ini tanpa kehadiran bunda disisiku? Untuk apa aku pergi, jika bunda juga harus pergi…"
Rabu kelabu yang sangat menyiksaku dengan beribu-ribu kecemasan dan kesedihan, pagi yang suram ini aku hanya sarapan dengan kedukaan, kepedihan, keputusasaan dan rasa penyesalan. Nasi ku makan terasa basi air ku minum terasa duri di saat kepergiannya. Apakah semua ini salahku dan aku penyebabnya,? Durhakakah diriku karena telah meninggalkanmu di saat engkau masih membutuhkanku?. Hanya doa yang bisa terucap dari mulutku yang kelu karena kesedihan ini :
“ Ya Allah ampunilah segala dosa bunda. Tempatkan ia di taman surga-Mu. Berilah kasih dan sayang-Mu kepadanya, karena dia yang paling aku cinta. Ya Allah ridhoilah ia dengan rahmat-Mu, jadikan kuburnya sebagai taman dan tempat peristirahatan yang baik. Dan abadikanlah cinta kami di dunia hingga akhirat nanti, satukanlah kami di surga-Mu…..”
Hari –hari yang kulalui terasa hampa, diriku hanyut dalam duka yang menerpa, terbesit di lubuk hati ini untuk segera terlepas dari duka lara yang menderaku. Tapi aku bingung kemana tempatku mengadu? Ku tersentak dari lamunan ini tatkala sahabat-sahabatku datang menghampiri, ku tumpahkan seluruh keluh kesah yang ada sedang membekas di lubuk hati ini, karena hanya merekalah yang selalu setia menemaniku dalam suka dan duka, susah senang menjalani getirnya hidup ini. Mereka memeluk dan merangkulku, mengusap airmataku dikala bercucuran, mereka bagaikan tetesan air di tengah tandusnya padang pasir gurun sahara, yang memberikan kesejukan dan semangat baru dalam diriku, untuk tetap bisa berdiri tegak menghadapi beratnya cobaan yang harus ku lalui. Aku sangat bersyukur, karena mereka datang di saat diriku haus akan kasih sayang :
"Kita ini satu jiwa. Kau adalah aku. Dan aku adalah kau. Kita akan mengarungi kehidupan ini bersama. Dukamu dukaku. Dukaku dukamu. Sukamu sukaku. Sukaku sukamu. Senangmu senangku. Senangku senangmu. Kurangmu kurangku. Kurangku kurangmu. Kelebihanmu kelebihanku. Kelebihanku kelebihanmu. Hidupmu hudupku. Hidupku hidupmu".
Hatiku sangat tersentuh dan terharu mendengar perkataan mereka, nasehatnya bagaikan guyuran hujan di tanah yang gersang dan tandus, yang telah lama tak tersentuh air, mereka memberikanku sejuta semangat serta harapan :
“Sahabatku !, bundaku sudah pergi untuk selamanya. jiwaku bagaikan hidup sebatang kara di negeri perantauan ini. Kasih sayang itu seolah menjauh, dan terus…menjauh meninggalkanku. Aku tak bisa lagi merasakan indahnya kasih sayang seorang ibu seperti apa yang kau rasakan, engkaulah pelupur laraku yang bisa membangkitkan semangat hidupku. Titipkanlah seuntai doa dalam tahajjudmu semoga bundaku di terima di sisi-Nya dan persahabatan ini senantiasa abadi untuk selamanya sampai ajal memisahkan kita.”
Setelah aku mencurahkan segala kegundahan dalam hati, akupun merasa lega dengan "support" yang mereka berikan padaku. Karna sedikitpun aku tiada pernah menyangka bahwa ini akan berlaku pada diriku yang malang ini, dulu aku meninggalkan bunda dengan untaian air mata, sekarang air mata itupun harus menetes dan mengalir lagi, aku tak mampu lalui semua ini. Kesedihan sekarang lebih berat aku rasakan dari yang sebelumnya. Aku tak bisa menahan rasa sedih yang menyelimut rasa cinta dan kasih sayang pada bunda, yang telah pergi untuk selamanya, seorang ibu yang merawat dan membesarkan aku dengan penuh kasih sayang, kasihnya tiada tara dan bertepi, sehingga aku tak mampu menampungnya, dia penyejuk jiwa pelepas rindu disaat kesedihanku. Sekarang hanya tinggal satu nama dan kenangan, tiada tempat bermanja lagi, tiada tempatku mencurahkan hati, karena bunda yang tercinta telah tiada, dia telah pergi, dia telah menghilang.
Bunda kau permata impianku, engkau harapanku sewaktu kita bersama dulu,ku terbayang selalu tawa, gurau, dan senyummu, disaat aku salah dan lalai engkau pukul aku, kau marahi aku namun itu menandakan sayangmu. Sampai suatu malam ayah tak memberiku makan namun engkau selalu membelaku anakmu yang nakal ini. Engkau seorang ibu yang patut aku kenang jasa, kasih , dan sayangmu, serta nasehat yang pernah engkau berikan dulu masih terngiang di telingaku. Kini negeri seberang membuatku mengerti akan pahitnya hidup ini, kurindu padamu untuk kembali, telapak kakimu dulu kucium kini tiada lagi, kepergianmu bagaikan padamnya pelita dalam hidupku, aku merasa lebih baik hilang seribu bidadari dunia yang cantik dari diriku, daripada harus kehilangan dirimu yang sangat berarti dalam hidupku. Akan tetapi itu semua tak mampu aku menahannya, karena di balik gunung masih ada gunung, diatas langit ada langit. Allah telah menentukan Qudrat-Nya apalah daya seorang hamba yang hina dina. Jangankan untuk menolak kekuasaan-Nya melarang sehelai ubanpun aku tiada berdaya. Memang apabila tiba saatnya, siapapun tiada mampu menahan dan lari darinya yaitu sakratulmaut yang telah di cantumkan dalam Al-Quran yang berbunyi :" kullu nafsin zdâiqatul maut. Setiap yang bernyawa pasti akan merasai mati(ajal). Al-ayah ".
Cinta sesama makhluk memang penuh kekecewaan dan penyesalan, karena dia akan pergi dan meninggalkan kita. Di balik cinta kepada manusia atau makhluk lainnya, ternyata masih adalagi cinta yang lebih berarti, cintanya hakiki dan abadi tiada pernah berakhir sampai kapanpun, yaitu cinta akan sang khaliq yang maha kekal lagi bijaksana, pengatur alam semesta termasuk diri kita, cintai dia engkau takkan pernah dikecewakan-Nya, sayangi dia engkau takkan pernah di tinggalkan-Nya. Oleh sebab itu cintailah sesuatu itu sekedarnya karena engkau akan dikecewakan dan ditinggalkannya, serta bencilah sesuatu itu karena suatu saat engkau akan butuh dirinya. Sehingga aku sadar bahwa seorang pujangga mengungkapkan cinta yang hakiki itu hanya untuk Tuhan semesta dalam sebuah syairnya :
"Cinta yang tulus di dalam hatiku
telah bersemi karena-Mu
hati yang suram kini tiada lagi
telah bersinar karena rahmat-Mu
semua yang ada di dunia milik-Mu
membuat diriku tiada berdaya
hanyalah pada-Mu
aku serahkan hidup dan matiku"
Tuhan yang kuasa terimalah bunda dan tempatkanlah dia disisi para hamba-hambamu yang engkau muliakan. Kini hanya doa yang dapat ku kirimkan semoga bunda bahagia di sana . Aku sayang bunda, aku cinta bunda walaupun kini telah tiada, namun engkau tetap ada di dalam hatiku untuk selamanya. Sepatah doa selalu aku ucapkan untukmu :"Allâhummaghfir lî waliwâlidayya warhamhumâ kamâ rabbayânî shanghîra." Ya Allah ampunkan dosaku beserta dosa kedua orang tuaku dan kasihi mereka sebagaimana ia mengasihi aku diwaktu kecil." Amin…
0 komentar:
Post a Comment